Jumat, 26 September 2008

Presiden SBY Harus Menjaga Supremasi Hukum

Di tengah gonjang ganjing persoalan masalah minyak dan gas (migas), termasuk masalah renegosiasi penjualan gas Tangguh ke Tiongkok dan Malaysia untuk mengoreksi kesalahan yang sudah dibuat pihak pemerintah. Rupanya tidak banyak pihak yang tahu bahwa pengelolaan lapangan Gas di Kabupaten Bekasi pun dilakukan dengan cara yang tidak selayaknya.


Sebaiknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan perhatian soal ini agar supremasi penegakan hukum terjaga dengan baik. Bahkan, bila perlu SBY dapat menginstruksikan pihak berwenang termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar kasus ini – plus menyelidiki kolusi atau persekongkolan yang ada di dalamnya.


Soalnya ada beberapa kejanggalan-kejanggalan. Misalnya, izin Menteri ESDM yang lazimnya sudah harus dimiliki oleh Kontraktor Migas sebelum masa pengelolaan dimulai, baru dikeluarkan bulan Juni 2008. Meskipun janggal, tetapi untuk menutupi keanehan yang sudah terjadi dilakukan jauh hari sebelumnya, maka surat izin Menteri ESDM ini diatur pemberlakuannya mulai tanggal 1 Januari 2008.


Jelas, ini merupakan tindakan yang tidak wajar dan sudah sepantasnya SK tersebut dinilai sebagai cacat hukum. Apalagi jika pihak yang berwenang pun mengetahui adanya masalah hukum yang terkait dengan lapangan gas tersebut. Sebelumnya, tidak ada suatu surat izin atau keputusan menteri yang aneh seperti ini.Inilah catatan terburuk pejabat Kementrian ESDM sepanjang sejarah berdirinya republik ini.

Senin, 17 Maret 2008

Saling Sikat di Mangga Dua

[LBH Pers] - Konflik penghuni Apartemen Mangga Dua Court dengan pengembangnya, PT Duta Pertiwi Tbk, makin memanas. Pakar hukum agraria, Boedi Harsono, dalam kesaksiannya di pengadilan mengatakan Badan Pertanahan Nasional harus bertanggung jawab atas penerbitan sertifikat HGB murni.

Fifi Tanang mungkin sudah tak asing lagi di mata manajemen PT Duta Pertiwi Tbk, perusahaan properti milik taipan Eka Tjipta Wijaya yang sebagian besar menguasai tanah di daerah Mangga Dua, Jakarta Utara. Mungkin, Fifi yang menjabat Ketua Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Apartemen Mangga Dua Court (MDC), saat ini menjadi orang yang paling disegani oleh manajemen Duta Pertiwi, setelah ia membongkar kasus status hak atas tanah Apartemen MDC.

Akibat ulahnya, Fifi kini harus berurusan dengan polisi. Ia dilaporkan ke Mabes Polri lantaran mencemarkan nama baik Duta Pertiwi di sebuah media nasional. Selain itu, Fifi bersama dengan 16 pemilik kios ITC Mangga Dua harus berjibaku menghadapi gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara (lihat box). Sekedar informasi, hampir semua properti yang berada di kawasan Mangga Dua dikuasai oleh Duta Pertiwi, termasuk ITC Mangga Dua dan Apartemen MDC. Selain memiliki unit apartemen MDC, Fifi juga mempunyai kios di ITC Mangga Dua.

Namun, gugatan itu tak menyurutkan niat Fifi untuk memperkarakan Duta Pertiwi. Ia justru menggugat balik Duta Pertiwi di dua pengadilan sekaligus, yakni PN Jakarta Utara dan PN Jakarta Pusat.

Di PN Jakarta Pusat, sidang pekan lalu sudah memasuki acara mendengarkan keterangan ahli. Salah satu ahli yang didatangkan adalah pakar hukum agraria Boedi Harsono. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu menyatakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) mesti bertanggung jawab atas terbitnya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) murni Apartemen MDC.